Monday, February 10, 2014

Teori Decline Curve Analysis


              Besarnya cadangan (reserves) dan perolehan hidrokarbon yang berupa minyak bumi dan gas bumi dari suatu lapangan sangat penting untuk diketahui, yaitu untuk dapat mempertimbangkan keekonomian bagi suatu perusahaan yang akan memproduksikan dan mengembangkan lapangan tersebut. Oleh karena itu perhitungan cadangan hidrokarbon dan faktor perolehan serta berapa lama waktu produksi dari tiap-tiap sumur yang dipakai untuk memproduksikan lapangan tersebut perlu dihitung seakurat mungkin.
              Untuk menghitung cadangan awal hidrokarbon dari suatu reservoir dapat dilakukan dengan menggunakan metode volumetric dan material balance. Dalam penerapan perhitungan dengan metoda volumetric diperlukan data-data atau parameter-parameter, antara lain yaitu data geologi (bulk volume), data sifat fisik batuan reservoir berupa porositas batuan dan saturasi air sisa (water connate saturation) serta data sifat fisik fluida atau analisa PVT (Pressure, Volume, Temperature) yaitu faktor volume formasi fluida.
              Decline Curve Analysis merupakan salah satu metode perhitungan jumlah cadangan yang dapat diproduksikan serta mengetahui lamanya waktu berproduksi dari tiap sumur atau lapangan.Untuk penerapan metoda Decline Curve Analysis diperlukan data-data produksi, yaitu laju produksi minyak (q), waktu produksi (t), dan kumulatif produksi minyak (Np). Peramalan produksi dari sumur-sumur pada lapangan Santiago mencakup usia produksi sumur untuk mencapai economy limit-nya, cadangan sisa (remaining reserves) yang akan diperoleh, dan kumulatif produksi maksimal (Estimated Ultimate Recovery).

3.1         Klasifikasi Reservoir
              Reservoir adalah tempat minyak dan gas terakumulasi di dalam bumi, yang dapat berbentuk perangkap struktur (structural trap) atau perangkap stratigrafi (stratigraphical trap). Fluida hidrokarbon yang dapat diproduksikan dari suatu reservoir dapat berupa minyak bumi atau gas alam, hal ini bergantung pada komposisi penyusun hidrokarbon tersebut.

3.1.1      Jenis Reservoir Minyak
              Jenis reservoir minyak berdasarkan kondisi tekanan dan fluida yang terkandung didalamnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu undersaturated reservoir dan saturated reservoir.

3.1.1.1   Undersaturated Reservoir
              Undersaturated reservoir adalah reservoir yang mempunyai tekanan awal reservoir lebih besar dari tekanan saturasi (Pi>Pb). Gambar 3.1 menunjukan kondisi undersaturated reservoir dimana dalam keadaan ini reservoir hanya berisi fasa minyak dan fasa air (aquifer) sebagai tenaga dorongnya dan tidak terdapat fasa gas bebas atau gas cap di dalam reservoir tersebut, namun memiliki gas yang terlarut dalam minyak. Seiiring dengan penurunan tekanan reservoir selama proses produksi, maka akan terdapat gas yang terproduksikan dari dalam reservoir. Kondisi undersaturated reservoir akan dapat menjadi saturated reservoir apabila penurunan tekanan melewati tekanan saturasi (bubble point pressure) sehingga didalam reservoir akan terbentuk gas cap atau yang lebih dikenal dengan sebutan secondary gas cap. Namun, tidak semua reservoir akan mengalami perubahan fasa dari kondisi undersaturated menjadi kondisi saturated. Hal ini tergantung pada komposisi penyusun hidrokarbon.


Gambar 3.1
Undersaturated Reservoir13
3.1.1.2   Saturated Reservoir
              Saturated reservoir adalah reservoir yang mempunyai tekanan reservoir lebih kecil atau dibawah tekanan bubble point-nya (Pi<Pb). Gambar 3.2 menunjukan kondisi  saturated reservoir dimana reservoir memiliki fasa gas bebas atau gas cap, fasa minyak, dan fasa air (aquifer). Baik gas terlarut ataupun gas cap keduanya merupakan sumber tenaga reservoir yang berfungsi sebagai tenaga dorong yang mendorong minyak dari dalam reservoir ke atas permukaan.   


Gambar 3.2
Saturated Reservoir13
3.1.2      Sifat Fisik Fluida Reservoir
              Fluida reservoir adalah fluida yang mengisi rongga pori-pori batuan reservoir yang dapat berupa minyak, gas, dan air. Fluida reservoir ini mempunyai sifat dan komposisi yang berbeda, ini tergantung dari lingkungan pengendapannya sehingga mempunyai sifat yang berbeda antara reservoir yang satu dengan reservoir yang lainnya. Karakteristik fluida reservoir diperoleh dari hasil analisa laboratorium, yang dikenal dengan nama analisa PVT (Pressure, Volume, Temperature). Apabila data laboratorium tidak tersedia dapat digunakan metode-metode korelasi yang tersedia, misalnya korelasi Standing.
Sifat-sifat fisik fluida yang dibahas antara lain :
  1. Spesific Gravity (SG).
  2. Viskositas (μ).
  3. Faktor volume formasi minyak (Bo).


3.1.2.1   Spesifik Gravity Minyak
              Spesifik gravity minyak didefinisikan sebagai perbandingan sebagai perbandingan massa jenis liquid pada temperatur 60 oF dengan  massa jenis air murni pada volume dan temperatur yang sama. Contoh fluida atau liquid yang dianalisa harus dapat mewakili sistem, maksudnya adalah apabila akan mengukur spesific gravity fluida yang ditampung dalam sebuah tangki, maka contoh fluida tersebut diambil dari bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah tangki, kemudian hasilnya dapat ditentukan dengan menentukan nilai rata-ratanya. Sedangkan penentuan 0API Gravity dapat dihitung dengan persamaan berikut8 :
..................................................................3.1
              Alat yang digunakan untuk mengukur densitas fluida dan SG liquid adalah Hidrometer, yang merupakan gelas ukur dalam unit relatif density atau spesific gravity, yang pada bagian ujungnya terdapat cairan merkuri.

3.1.2.2   Viskositas Fluida (μ)
              Viskositas fluida didefinisikan sebagai ukuran tahanan aliran yang dihasilkan oleh gaya pergeseran dua bidang horizontal yang berjarak satu satuan jarak, dimana diantara kedua bidang horizontal tersebut terdapat cairan yang dimaksud. Satuan viskositas dinamis adalah dyne detik/cm2 atau sama dengan 1 poise, sedang satuan viskositas kinetik adalah sama dengan cm2 per detik, maka :
1 centi poise    = 1 centi stoke x massa jenis
                        = (0.01 cm2 / dtk) x (gram/cm2)
                        = 0.01 gram/cm. detik2
1 dyne = 1 gram/cm.detik2
              Pada gambar 3.3 memperlihatkan ilustrasi perubahan viskositas pada sistem di reservoir. Untuk kondisi tekanan reservoir diatas tekanan saturasi (Pr>Pb), kenaikan tekanan menyebabkan kenaikan viskositas. Demikian juga dengan penurunan tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi (Pr<Pb), maka akan menyebabkan terjadinya kenaikan viskositas. Viskositas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : suhu, tekanan, dan kelarutan gas.







Gambar 3.3
Viskositas Minyak Vs Tekanan10
Viskositas dinyatakan dengan persamaan10 :
......................................................................................................3.2
Dimana :          μ = Viskositas dinamik, cP
                        v = Viskositas kinematik, cs
                        ρ = Densitas fluida, lb/ft3
3.1.2.3   Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
              Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume minyak pada tekanan dan temperature reservoir, terhadap volume minyak tersebut pada kondisi standar (1 atm, 60 oF). Secara matematis dapat dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut10 :

.........................3.3
              Faktor volume formasi minyak (Bo) terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir minyak mengandung gas terlarut, sedangkan pada kondisi standar seluruh gas terlarut keluar dari minyak, sehingga volume minyak lebih kecil atau menyusut dari volume awal di reservoir.
              Untuk undersaturated reservoir atau tekanan reservoir mula-mula lebih besar dari tekanan bubble point (Pr>Pb), maka pada penurunan tekanan dari Pi (tekanan awal reservoir) ke Pb (tekanan saturasi) terjadi pengembangan volume minyak sehingga harga faktor volume formasi minyak (Bo) akan membesar. Tetapi pada penurunan tekanan reservoir Pr dibawah Pb (Pr<Pb), maka harga faktor volume formasi minyak (Bo) akan mengecil seiring dengan penurunan tekanan reservoirnya, karena jumlah gas yang terlarut semakin mengecil.
              Kondisi di atas dapat diilustrasikan pada gambar 3.4 yang memperlihatkan hubungan antara faktor volume formasi dengan tekanan formasi sebelum dan sesudah adanya tekanan saturasi (bubble point pressure).

Gambar 3.4
Faktor Volume Formasi Minyak Vs Tekanan13
Perhitungan nilai faktor volume formasi minyak (Bo) pada saat kondisi saturated reservoir dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Standing4
...................................3.4
Dimana :          Bo       = FVF Minyak, bbl/STB
                        Rs        = Kelarutan gas, SCF/STB
                               = Spesific gravity gas
                               = Spesific gravity minyak
                        T          = Temperature, oF
Penentuan nilai faktor volume formasi minyak (Bo) pada saat kondisi undersaturated reservoir dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Standing4.
........................................................................3.5
3.1.3      Sifat Fisik Batuan Reservoir
              Batuan reservoir adalah suatu batuan alamiah yang terdiri dari suatu mineral atau gabungan dari sekelompok mineral. Setiap batuan reservoir memiliki sifat fisik yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari waktu pembentukan dan proses dari pembentukan reservoir. Semua sifat fisik batuan reservoir tersebut dapat diperoleh dari analisa batuan inti reservoir di laboratorium dan analisa logging.

3.1.3.1   Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-  pori (pore volume) terhadap volume total dari suatu batuan (bulk volume), atau dapat juga didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menyatakan berapa besar perbandingan volume ruang pori terhadap volume total batuan (persamaan 3.6 secara skema dapat dilihat pada gambar 3.5). Secara matematis porositas dapat dirumuskan sebagai berikut8 :
..............................................................3.6
Dimana :
            Ø         = porositas, %
            PV       = volume pori pori batuan (pore volume), cm3
            BV      = volume total batuan (bulk volume), cm3
            GV      = volume butiran batuan (grain volume), cm3
              Berdasarkan proses pembentukannya porositas dibagi menjadi dua, yaitu porositas primer dan porositas sekunder. Porositas primer adalah porositas yang terbentuk pada saat terjadinya batuan tersebut atau pada saat sedimen diendapkan. Porositas sekunder adalah porositas yang terbentuk akibat adanya suatu proses geologi setelah batuan sedimen tersebut diendapkan. Berdasarkan atas hubungan antar porinya, maka porositas digolongkan menjadi dua jenis, yaitu porositas absolut dan porositas efektif.
              Porositas absolut adalah perbandingan antara volume total seluruh pori baik yang saling berhubungan (interconnected) maupun yang tidak berhubungan terhadap volume total batuan. Porositas efektif adalah perbandingan volume pori yang saling berhubungan terhadap volume total batuan. Porositas yang digunakan dalam perhitungan adalah porositas efektif karena porositas inilah yang mampu mengalirkan fluida yang ada didalamnya.
              Besarnya harga porositas dari suatu reservoir dapat diperoleh dengan cara pengukuran secara tidak langsung yaitu pengukuran dengan analisa core di laboratorium batuan inti, dan pengukuran secara langsung yaitu dengan metoda kuantitatif dari analisa logging pada sumur-sumur yang menembus formasi produktif. Harga porositas dianggap konstan selama berlangsungnya produksi. Akan tetapi pada kondisi sebenarnya, harga porositas berkurang dengan semakin lamanya suatu reservoir berproduksi, atau sejalan dengan menurunnya tekanan reservoir.

Gambar 3.5
Skema Porositas Batuan8
              Pada penerapan di lapangan, untuk mendapatkan harga porositas yang representatif dari suatu reservoir adalah dengan cara mencari harga rata-rata porositas untuk suatu ketebalan tertentu, yaitu dengan persamaan sebagai berikut8:
             ..........................................................................................3.7
Dimana :
            Ø         = porositas batuan, %
            hi         = ketebalan lapisan reservoir, ft
Besar kecilnya harga porositas menunjukkan kualitas dari pori tersebut. Tabel 3.1 menunjukan penggolongan nilai porositas.
Tabel 3.1
Klasifikasi Nilai Porositas8
Besarnya harga porositas
(%)
Keterangan
0 – 5
5 – 10
10 – 15
15 – 20
20 – 25
Porositas jelek sekali
Porositas jelek
Porositas sedang
Porositas baik
Prositas baik sekali

3.1.3.2   Permeabilitas

              Permeabilitas merupakan suatu sifat fisik batuan yang mempunyai pengertian kemampuan batuan untuk dapat dilewati atau dialiri suatu fluida dengan viskositas dan kecepatan tertentu melalui pori-pori yang berhubungan tanpa merusak batuan tersebut, atau dapat disebut juga ukuran kemampuan suatu media berpori untuk mengalirkan suatu fluida. Permeabilitas yang ditandai dengan simbol K, dinyatakan dengan satuan Darcy.
              Satu Darcy menurut Henry Darcy (1856) didefinisikan sebagai kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida sebesar 1 (satu) cm kubik per detik (cm3/s) dengan kekentalan sebesar 1 (satu) centipoise (cp) dengan luas penampang sebesar 1 (satu) centi meter persegi (cm2) pada panjang 1 (satu) centi meter dibawah gradien 1 (satu) atmosfer per centimeter (atm/cm).
              Permeabilitas mempunyai peranan yang juga penting seperti porositas, karena dalam memproduksikan hidrokarbon dari suatu reservoir bukan hanya jumlah akumulasi minyak atau gasnya saja, akan tetapi besarnya laju alir juga akan menentukan ekonomis tidaknya suatu reservoir.
              Secara kuantitatif besarnya permeabilitas suatu batuan reservoir ditentukan berdasarkan persamaan Darcy berikut ini8 :
...........................................................................................3.8
Dimana :
            v          = kecepatan alran fluida, cm/sec
            k          = konstanta permeabilitas, Darcy
            μ          = viskositas fluida, cp
                  = pressure drop persatuan panjang, atm/cm
Karena kecepatan aliran fluida adalah debit fluida per luas area, maka persamaan Darcy di atas berubah menjadi :
            .......................................................................................................3.9
  .........................................................................................3.10
Dimana :
            q          = laju alir fluida (cm3/sec)
            A         = luas penampang atau area (cm2)
Persamaan Darcy dalam pemakaiannya harus memenuhi beberapa syarat :
  1. Aliran laminar
  2. Fluida yang mengalir tidak beraksi dengan batuan
  3. Suhu tetap selama aliran
  4. Fluida satu fasa dan incompressible  
Berdasarkan banyak jenis fluida yang mengalir dalam suatu batuan reservoir, permeabilitas dapat dibedakan sebagai berikut :
  1. Permeabilitas absolute (k), permeabilitas batuan apabila fluida yang mengalir dalam batuan tersebut hanya satu jeis fluida saja.
  2.  Permeabilitas efektif (ko, kg, kw), permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir dalam batuan tersebut terdiri lebih dari satu jenis fluida.
  3. Permeabilitas relative (kro, krw, krg), perbandingan antara permeabiltas efektif terhadap permeabiltas absolutnya.
              Pada Gambar 3.6 memperlihatkan kurva-kurva permeabilitas relatif untuk formasi yang mengandung minyak dan air. Nilai dari Krw dan Kro berubah sesuai dengan perubahan saturasinya. Data permeabilitas dapat diketahui dari analisa batuan inti di laboratorium dengan menggunakan alat Permeameter, atau juga dengan menggunakan Analisa Uji Tekanan Bentuk, yaitu Pressure Draw Down Test dan Pressure Build Up Test.

Gambar 3.6
Kurva Permeabilitas Relatif Vs Sw13
             
3.1.3.3   Saturasi Fluida
              Secara umum saturasi fluida adalah jumlah kandungan fluida yang berada pada pori-pori batuan, secara khusus saturasi fluida adalah suatu ukuran yang menyatakan berapa bagian atau persentase dari ruang pori-pori suatu batuan reservoir yang terisi oleh fluida. Saturasi fluida tersebut dapat berupa saturasi minyak (So), saturasi air (Sw), dan saturasi gas (Sg).
              Di dalam batuan reservoir, fluida minyak, air dan gas telah mencapai kondisi setimbang pada waktu ditemukan, sehingga fluida tersebut telah terpisah dengan sendirinya menurut berat jenisnya (density) masing-masing, gas berada diatas, minyak berada di tengah serta air berada di bawah.
        Pada kondisi reservoir dibawah tekanan jenuh, jumlah ketiga saturasi tersebut sama dengan satu, dinyatakan dalam persamaan8 :
        Sw  +  S+  Sg      =   1…………………………………………………….3.11
Pada kondisi reservoir bertekanan jenuh berlaku8 :
        Sw  +  So   =   1…………………………………………………………….3.12    
Dimana :          Sw   =   Saturasi air, %
                        So   =   Saturasi minyak, %
                        Sg   =   Saturasi gas, %
Volume pori yang diisi hidrokarbon8 :
        So . Φ  +  Sg . Φ  =  ( 1 – Sw ) . Φ   …………………………………….3.13
Dimana :          Sw   =   Saturasi air, %
                        So   =   Saturasi minyak, %
                        Sg   =   Saturasi gas, %           
                Saturasi atau kejenuhan air biasa juga disebut Swi, yaitu saturasi air mula-mula pada waktu reservoir minyak atau gas ditemukan. Besarnya Swi penting untuk diketahui karena akan menentukan berapa bagian atau persentase ruang pori yang tersisa, yaitu yang diisi oleh minyak atau gas, sehingga jumlah fluida hidrokarbon dapat diketahui.
Besarnya saturasi fluida dalam suatu reservoir dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1.      Ukuran dan distribusi pori.
2.      Ketinggian diatas free water level karena adanya adhesi dan tekanan kapiler.
3.      Sifat kebasahan batuan (wettability).
Harga saturasi fluida di dalam batuan reservoir dapat ditentukan dengan analisa sebagai berikut :
1.      Analisa percontohan batuan (core sample) di laboratorium.
2.      Analisa logging.

3.2         Jenis Tenaga Dorong Alamiah Reservoir Minyak
              Jumlah minyak yang dapat diambil dari suatu reservoir minyak dipengaruhi oleh mekanisme tenaga dorong atau drive mechanism dari reservoir tersebut. Mekanisme tenaga dorong alamiah reservoir adalah tenaga dorong alamiah yang dimiliki oleh suatu reservoir minyak atau gas untuk mendorong atau mendesak minyak  dan atau gas bumi yang dikandungnya sehingga mampu mengalir sendiri dari dalam reservoir ke permukaan melalui sumur-sumur produksi. Setiap reservoir mempunyai jenis dan tingkat kekuatan drive mechanism yang berbeda- beda.
              Setiap reservoir minyak mempunyai jenis dan tingkat kekuatan mekanisme pendorong yang berbeda-beda. Mekanisme tenaga pendorong yang terjadi di dalam reservoir tergantung dari bentuk struktur, sifat-sifat fluida reservoir dan batuan reservoir.

3.2.1      Karakteristik Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Gas Larut
              Dissolved gas drive (daya dorong gas larut) merupakan daya dorong alami yang paling lemah dibanding gas cap drive dan water drive. Bergeraknya minyak ke permukaan adalah karena densitas gas yang lebih kecil dari densitas minyak maka partikel gas yang terlarut dalam minyak akan berusaha mencari tempat bertekanan rendah agar dapat keluar dari larutannya. Tempat yang bertekanan rendah adalah pada sumur-sumur penghasil, akibatnya gas sambil membawa minyak akan terproduksikan ke permukaaan bumi melalui sumur-sumur penghasilnya.
              Dengan diproduksikannya minyak dan gas dari dalam reservoir, tekanan reservoir akan menurun dan jumlah gas yang terlarut akan berkurang sehingga daya dorong akan melemah dan laju produksi minyaknya akan menurun. 
              Gambar 3.7 memperlihatkan proses pengurasan yang terjadi didalam reservoir dengan daya dorong gas larut (dissolved gas drive). Proses pengurasan tersebut akan menghasilkan kinerja reservoir sebagai berikut :
-          Laju Produksi minyak menurun
-          Tekanan reservoir merosot tajam
-          Perbandingan produksi gas berbanding minyak (GOR) menngkat agak  pesat kemudian menurun
-          Produksi air tidak ada
Gambar 3.7
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Gas Larut2
              Dengan daya dorong ini, maksimum jumlah minyak yang dapat terkuras (recovered) adalah 8 – 20 % STOIPnya. Reservoir berdaya dorong gas larut merupakan kandidat yang baik untuk EOR, karena masih meninggalkan minyak yang cukup banyak didalam reservoirnya.

3.2.2      Karakteristik Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Tudung Gas
              Reservoir berdaya dorong gas cap ditandai dengan adanya tudung gas pada reservoir tersebut. Gambar 3.8 menunjukan skema untuk reservoir yang mempunyai daya dorong tudung gas.

Gambar 3.8
Reservoir Berdaya Dorong Tudung Gas2
              Bergeraknya minyak adalah karena terdesak oleh gas yang berada dalam gas cap yang berusaha mencari tempat bertekanan rendah, yaitu keluar ke permukaan melalui sumur sumur penghasil. Tenaga dorong dari gas cap ini disebut juga sebagai external gas drive.
              Akibatnya minyak akan terdorong keluar ke permukaan bersama-sama gas terlarutnya, demikian pula gas yang berada di gas capnya. Sedangkan gas ditudung, gas yang masih tertinggal di reservoir, akan mengisi ruang pori yang ditinggalkan oleh minyak, sehingga terjadi perluasan (ekspansi) tudung gas. Dengan diproduksikannya minyak dan gas dari dalam reservoir, tekanan reservoir akan menurun, sehingga daya dorong gas cap akan melemah apabila gas yang ada di gas cap semakin banyak yang ikut terproduksikan bersama minyak.
              Gambar 3.9 memperlihatkan proses pengurasan yang terjadi didalam reservoir dengan daya dorong tudung gas. Proses pengurasan minyak tersebut diatas akan menghasilkan kinerja reservoir sebagai berikut :
-          Laju produksi minyak menurun agak lambat
-          Tekanan reservoir  menurun agak lambat
-          GOR meningkat pesat
-          Produksi air tidak ada
Gambar 3.9
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Tudung Gas2
Dengan daya dorong ini maksimum jumlah minyak yang dapat terkuras adalah 25 – 35  % dari STOIPnya.

3.2.3      Karakteristik Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Air
              Reservoir berdaya dorong air ditandai dengan adanya aquifer aktif yang berhubungan dengan reservoir tersebut. Water drive merupakan daya dorong alami yang paling kuat dibandingkan kedua tenaga dorong lainnya. Gambar 3.10 menunjukan skema untuk reservoir yang mempunyai daya dorong air.

Gambar 3.10
Reservoir Berdaya Dorong Air2
              Bergeraknya minyak adalah karena terdesak oleh air “aquifer” yang berusaha mencari tempat bertekanan rendah, yaitu keluar ke permukaan bumi melalui sumur-sumur penghasil. Akibatnya minyak akan terdorong keluar, terproduksikan ke permukaan bumi. Air yang mendesak minyak akan berinvasi ke reservoir minyak mengisi ruang pori yang ditinggalkan oleh minyak, sehingga karena ada pengisian kembali pori-pori yang dikosongkan oleh minyak maka secara teoritis tekanan reservoir akan relatif konstan, yaitu apabila volume pori yang diisi oleh air = volume pori yang dikosongkan oleh minyak. Didasarkan kepada bagaimana perbandingan ke dua volume ini, maka daya dorong air dapat di bagi lagi menjadi daya dorong lemah, sedang dan kuat.
              Gambar 3.11 memperlihatkan proses pengurasan yang terjadi didalam reservoir dengan daya dorong air. Proses pengurasan minyak tersebut di atas akan menghasilkan kinerja reservoir sebagai berikut :
-          Laju produksi minyak menurun lambat
-          Tekanan reservoir lebih kurang konstan, ataupun menurun relatif landai
-          GOR relatif konstan atau meningkat landai
-          Laju produksi air meningkat tajam
Gambar 3.11
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Air2
Dengan daya dorong ini maksimum jumlah minyak yang dapat terkuras dari dalam reservoir adalah 40 – 60 % STOIPnya.

3.2.4      Karakteristik Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Kombinasi
              Reservoir berdaya dorong combination drive ini ditandai dengan adanya gas cap dan aquifer aktif pada reservoirnya tersebut. Gambar 3.12 menunjukan skema untuk reservoir yang mempunyai daya dorong kombinasi.

Gambar 3.12
Reservoir Berdaya Dorong Kombinasi2
              Kinerja reservoir ini adalah kombinasi antara kinerja dissolved gas drive, gas cap drive dan water drive. Kinerja reservoir dipengaruhi oleh daya dorong yang paling dominan diantara ke tiga tenaga dorong.

3.3         Metode Perkiraan Cadangan Minyak
              Salah satu faktor utama dalam menentukan pengembangan suatu lapangan dan perencanaan pengelolaan produksinya adalah dengan mengetahui jumlah akumulasi atau cadangan minyak dan gas awal yang terkandung dalam suatu reservoir.

3.3.1      Penentuan Cadangan Minyak Awal (OOIP)
              Perhitungan cadangan minyak awal diperlukan parameter-parameter tertentu diantaranya yaitu volume batuan yang dapat diperoleh dari peta geologi (peta struktur kedalaman), porositas, saturasi air, dan faktor volume formasi minyak pada kondisi awal.
Perhitungan cadangan minyak awal tersebut dapat menggunakan persamaan sebagai berikut11 :
...............................................................3.14
Dimana :          OOIP = Original Oil In Place, STB
                        BV      = Bulk Volume, acre ft
                                    Ø         = Porositas, %
                                    Swi      = Saturation water irreducible, fraksi
                                    Boi      = Faktor volume minyak, bbl/STB
              Untuk dapat menentukan cadangan minyak awal (OOIP) diperlukan data-data reservoir yang salah satunya adalah volume reservoir. Volume reservoir dapat diperoleh dari peta cadangan (reserve map), dengan bantuan peta tersebut maka volume batuan yang mengandung minyak atau gas (bulk volume) dapat dihitung, yaitu dengan menggunakan alat yang disebut planimeter. Karena ketebalan reservoir tidak sama tidak merata dan luas yang dicakup oleh setiap ketebalan tidak sama, maka volume batuan reservoir dihitung segmen per segmen. Terdapat dua (2) metode yang digunakan untuk perhitungan volume batuan per segmen11.
1.      Metode volume piramid terpotong
....................................................................3.15
Digunakan apabila : ............................................................3.16
2.      Metode volume trapesium
......................................................................................3.17
Digunakan apabila : ............................................................3.18


3.3.2      Penentuan Pengambilan Maksimum (EUR)
              Pengambilan minyak sampai batas ekonominya disebut pengambilan maksimum, batas ekonomis yang dimaksud yaitu jumlah pengangkatan minyak (lifting) terhadap harga minyak (USD), sebanding dengan biaya untuk memproduksikan minyak pada suatu lapangan. Estimated Ultimate Recovery (EUR).

3.3.3      Penentuan Faktor Perolehan
              Faktor perolehan (recovery factor) merupakan suatu perbandingan jumlah minyak maksimal yang dapat diproduksikan dengan cadangan minyak awal ditempat, secara sederhana dapat dilihat pada persamaan berikut ini11 :
................................................................3.19
Perhitungan faktor perolehan untuk suatu lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan metode JJ Arps. Persamaan JJ Arps digunakan untuk reservoir yang mempunyai tenaga dorong air dan tenaga dorong gas larut. Persamaan JJ Arps untuk reservoir berdaya dorong gas larut adalah sebagai berikut4 :
..3.20
Sedangkan untuk reservoir berdaya dorong air4 :
.....3.21
Dimana :                   = Porositas, fraksi
                    Swi           = Saturasi air sisa, persen
                    Boi           = FVF Minyak awal, bbl/STB
                    Bob           = FVF Minyak saat tekanan saturasi, bbl/STB
                    k              = Permeabilitas batuan, Darcy
                             = Viskositas minyak awal, cP
                             = Viskositas minyak saat tekanan saturasi, cP
                             = Viskositas air awal, cP
                    Pi             = Tekanan reservoir awal, psia
                    Pb             = Tekanan saturasi, psia
                    Pa             = Tekanan abandon, psia

3.4         Metode Analisa Decline Curve
              Karakter atau sifat produksi dari suatu lapangan atau reservoir merupakan hal yang utama dalam penentuan peramalan produksi atau perkiraan besarnya Estimated Ultimate Recovery (EUR), yaitu besarnya cadangan hidrokarbon yang dapat diproduksikan secara ekonomis. Salah satu cara untuk mengetahui perilaku produksi suatu reservoir adalah dengan melihat kurva penurunan laju produksi atau yang lebih dikenal dengan Decline Curve Analysis.
Metode analisis itu sendiri digunakan antara lain :
1.   Menentukan laju produksi yang akan datang (q).
2.   Menentukan kumulatif produktif.
3.   Menentukan umur produksi.
4.   Menentukan laju keekonomisan produksi.
              Umumnya analisis decline curve dapat dilihat berdasarkan hubungan antara laju produksi terhadap waktu, hasil dari hubungan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan cadangan hidrokarbon yang masih dapat diproduksikan dan menentukan lama waktu produksi secara ekonomis dari suatu reservoir atau suatu sumur. Laju penurunan decline adalah perubahan laju fraksional produksi terhadap waktu. Oleh karena itu, data-data produksi kontinyu dan akurat seperti laju produksi (q), kumulatif produksi (Np) dan waktu produksi (t) sangat diperlukan untuk memudahkan menganalisa perilaku produksi sumur di masa lalu dan memperkirakan perilaku produksi di masa yang akan datang. Dari hasil decline curve daat diketahui saat kapan suatu produksi akan mengalami penurunan hingga mencapai suatu titik maksimum dimana pelaksanaan produksi dihentikan karena pertimbangan ekonomis, yaitu suatu titik dimana kondisi biaya operasi produksi minyak per barrel dalam suatu hari sama dengan nilai jualnya per barrel. Laju produksi ini disebut laju produksi pada batas ekonomis (economy limit rate).
              Metoda exponential decline dan harmonic decline merupakan keadaan khusus dari hyperbolic decline, dimana untuk exponential decline harga exponen decline sebesar (b) = 0 dan untuk harmonic decline harga exponen decline (b) = 1. Sedangkan harga exponen decline (b) untuk hyperbolic biasa antara 0 sampai 1     (0 < b < 1).
  1. Decline Nominal11 (D) :
.......................................................3.22
  1. Decline Efektif11 (De) :
...............................................................................3.23
Dimana :
            qi = Laju produksi pada awal decline, BOPD
            q  = Laju produksi yang akan datang, BOPD
3.4.1      Exponential Decline Curve
              Exponential decline juga dikenal dengan constant percentage decline atau straight decline yang merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline, dimana harga exponen decline (b) = 0. Perhitungan exponential ini memiliki prinsip yang lebih sederhana, karena penurunan laju produksi (q) per satuan waktu (t) merupakan fraksi laju produksi yang besarnya tetap. Penggambaran laju produksi terhadap waktu dan laju produksi terhadap kumulatif produksi dapat dilakukan diatas kertas grafik kartesian, semilog dan log-log. Gambar 3.13 memperlihatkan hasil plot antara log q terhadap waktu dimana bentuk hubungan laju produksi (q) dengan waktu (t) pada kertas grafik semi log akan memberikan suatu garis lurus.
Exponential
 
                                   
 






Gambar 3.13
Exponential Decline Curve11
              Perhitungan dengan metode ini kurang begitu akurat karena terlampau pesimis dalam memperkirakan produksi sumur, sehingga sumur mempunyai umur yang lebih pendek jika perkiraan produksi menggunakan metode ini.
              Penjabaran persamaan secara matematis untuk laju produksi, kumulatif produksi dan waktu pada eksponential decline adalah sebagai berikut.
Anggap perubahan kuantitas Q terhadap waktu sama dengan jumlah Q pada saat ini. Hal ini dapat diekspresikan dengan persamaan differential untuk penurunan selama proses produksi3
..........................................................................................3.24
Dengan kondisi awal Q = Qo pada saat t = 0.
Penyelesaian untuk menentukan nilai Q dimulai dengan mengintegrasikan persamaan (3.24).
...................................................................................3.25
..................................................................................3.26
Pada saat Q = Qo ketika t = 0, maka persamaan (3.26) dapat diselesaikan menjadi.
.............................................................................3.27
............................................................................................3.28
Dengan mensubtitusikan persamaan (3.28) kedalam persamaan (3.26), maka diperoleh persamaan.
.........................................................................3.29
Persamaan (3.29) dapat diselesaikan menjadi.
...............................................................................3.30
......................................................................................3.31
Dimana :
Q   = laju alir pada saat ini.
Qo  = laju alir pada kondisi awal.
1/α   = eksponential decline rate.
t     = waktu.
 .......................................................................3.32
Persamaan lain yang digunakan adalah11 :
1)      ......................................................................................3.33
2)      ...................................................................................3.34
3)      .............................................................................3.35
4)      .........................................................................................3.36
5)      .........................................................................................3.37
6)       ...........................................................................................3.38
Dimana :
D         = Cont. Decline rate
d          = Annual Decline rate
De       = Decline effective
qo~qi   = Laju produksi awal pada decline, BOPD
q          = Laju produksi pada saat yang akan datang, BOPD
t           = time
Np       = Kumulatif Produksi minyak, bbl

3.4.2      Hyperbolic Decline Curve
              Pada hyperbolic decline curve bentuk biasa atau umum (general hyperbolic), harga exponent decline (b) adalah antara 0 – 1 (0<b<1).
              Penurunan laju produksi per satuan waktu pada hyperbolic decline adalah fraksi produksi yang besarnya sebanding dengan qb, dimana harga b berkisar antara 0 sampai 1. Penjabaran persamaan hyperbolic decline secara matematis untuk laju produksi (q) kumulatif produksi (Np), dan waktu (t) adalah11 :
            .........................................................................3.39
......................................................................................3.40
.....................................................................3.41
Gambar 3.14 memperlihatkan kurva untuk hyperbolic decline curve, dimana pada decline curve tipe ini harus menentukan harga b terlebih dahulu.

Jika dilihat secara grafis, maka hyperbolic decline curve akan menghasilkan kurva yang relatif lebih landai dan tidak menurun secara tajam apabila dibandingkan dengan tipe exponential decline curve.

Gambar 3.14
Hyperbolic Decline Curve9
3.4.3      Harmonic Decline Curve
              Kurva penurunan produksi dari tipe harmonic ini sebenarnya merupakan bentuk khusus dari type hyperbolik dengan harga exponen decline (b) = 1. Besarnya penurunan produksi per satuan waktu sebanding dengan besar laju produksi itu sendiri.
              Gambar 3.15 memperlihatkan kurva untuk harmonic decline curve, dimana pada decline curve tipe ini mempunyai nilai decline exponent (b) sebesar satu (1).
              Penggambaran grafik hubungan laju produksi terhadap kumulatif produksi tidak dapat menunjukkan garis lurus pada kertas kartesian. Penggambaran akan menunjukkan garis lurus pada kertas semi log. Sedangkan hubungan laju produksi terhadap waktu dapat diperoleh garis lurus pada skala log -log sesudah mengalami pergeseran dengan asumsi tangen sudut sebesar 450.

Gambar 3.15
Harmonic Decline Curve9
              Resiko dalam menggunakan trend ini adalah kemungkinan perbedaan produksi aktual dan trend harmonic tersebut sangat besar dikarenakan sifat trend harmonic ini yang terlalu optimis dalam memperkirakan cadangan minyak di suatu lapangan. Penjabaran persamaan harmonic decline secara matematis untuk laju produksi (q) kumulatif produksi (Np), dan waktu (t) adalah11 :
            ..........................................................................................3.42
            .....................................................................................3.43
            .........................................................................................3.44


No comments:

Post a Comment