Besarnya cadangan
(reserves) dan perolehan hidrokarbon
yang berupa minyak bumi dan gas bumi dari suatu lapangan sangat penting untuk
diketahui, yaitu untuk dapat mempertimbangkan keekonomian bagi suatu perusahaan
yang akan memproduksikan dan mengembangkan lapangan tersebut. Oleh karena itu
perhitungan cadangan hidrokarbon dan faktor perolehan serta berapa lama waktu
produksi dari tiap-tiap sumur yang dipakai untuk memproduksikan lapangan
tersebut perlu dihitung seakurat mungkin.
Untuk menghitung
cadangan awal hidrokarbon dari suatu reservoir dapat dilakukan dengan
menggunakan metode volumetric dan material balance. Dalam penerapan perhitungan
dengan metoda volumetric diperlukan data-data atau parameter-parameter, antara
lain yaitu data geologi (bulk volume), data sifat fisik batuan reservoir berupa
porositas batuan dan saturasi air sisa (water
connate saturation) serta data sifat fisik fluida atau analisa PVT
(Pressure, Volume, Temperature) yaitu faktor volume formasi fluida.
Decline Curve Analysis merupakan salah
satu metode perhitungan jumlah cadangan yang dapat diproduksikan serta
mengetahui lamanya waktu berproduksi dari tiap sumur atau lapangan.Untuk
penerapan metoda Decline Curve Analysis diperlukan data-data produksi, yaitu
laju produksi minyak (q), waktu produksi (t), dan kumulatif produksi minyak
(Np). Peramalan produksi dari sumur-sumur pada lapangan Santiago mencakup usia
produksi sumur untuk mencapai economy
limit-nya, cadangan sisa (remaining reserves) yang akan diperoleh, dan
kumulatif produksi maksimal (Estimated
Ultimate Recovery).
3.1 Klasifikasi Reservoir
Reservoir adalah
tempat minyak dan gas terakumulasi di dalam bumi, yang dapat berbentuk
perangkap struktur (structural trap)
atau perangkap stratigrafi (stratigraphical
trap). Fluida hidrokarbon yang dapat diproduksikan dari suatu reservoir
dapat berupa minyak bumi atau gas alam, hal ini bergantung pada komposisi
penyusun hidrokarbon tersebut.
3.1.1 Jenis
Reservoir Minyak
Jenis
reservoir minyak berdasarkan kondisi tekanan dan fluida yang terkandung
didalamnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu undersaturated
reservoir dan saturated reservoir.
3.1.1.1 Undersaturated
Reservoir
Undersaturated
reservoir adalah reservoir yang mempunyai tekanan awal reservoir lebih besar
dari tekanan saturasi (Pi>Pb). Gambar 3.1 menunjukan kondisi undersaturated
reservoir dimana dalam keadaan ini reservoir hanya berisi fasa minyak dan fasa
air (aquifer) sebagai tenaga dorongnya dan tidak terdapat fasa gas bebas atau
gas cap di dalam reservoir tersebut, namun memiliki gas yang terlarut dalam
minyak. Seiiring dengan penurunan tekanan reservoir selama proses produksi,
maka akan terdapat gas yang terproduksikan dari dalam reservoir. Kondisi
undersaturated reservoir akan dapat menjadi saturated reservoir apabila
penurunan tekanan melewati tekanan saturasi (bubble point pressure) sehingga didalam reservoir akan terbentuk
gas cap atau yang lebih dikenal dengan sebutan secondary gas cap. Namun, tidak semua reservoir akan mengalami
perubahan fasa dari kondisi undersaturated menjadi kondisi saturated. Hal ini
tergantung pada komposisi penyusun hidrokarbon.

Gambar 3.1
Undersaturated Reservoir13
3.1.1.2 Saturated
Reservoir
Saturated
reservoir adalah reservoir yang mempunyai tekanan reservoir lebih kecil atau
dibawah tekanan bubble point-nya (Pi<Pb). Gambar 3.2 menunjukan kondisi saturated reservoir dimana reservoir memiliki
fasa gas bebas atau gas cap, fasa minyak, dan fasa air (aquifer). Baik gas
terlarut ataupun gas cap keduanya merupakan sumber tenaga reservoir yang
berfungsi sebagai tenaga dorong yang mendorong minyak dari dalam reservoir ke
atas permukaan.

Gambar 3.2
Saturated Reservoir13
3.1.2 Sifat
Fisik Fluida Reservoir
Fluida
reservoir adalah fluida yang mengisi rongga pori-pori batuan reservoir yang
dapat berupa minyak, gas, dan air. Fluida reservoir ini mempunyai sifat dan
komposisi yang berbeda, ini tergantung dari lingkungan pengendapannya sehingga
mempunyai sifat yang berbeda antara reservoir yang satu dengan reservoir yang
lainnya. Karakteristik fluida reservoir diperoleh dari hasil analisa
laboratorium, yang dikenal dengan nama analisa PVT (Pressure, Volume,
Temperature). Apabila data laboratorium tidak tersedia dapat digunakan
metode-metode korelasi yang tersedia, misalnya korelasi Standing.
Sifat-sifat fisik fluida yang dibahas antara lain
:
- Spesific Gravity
(SG).
- Viskositas (μ).
- Faktor volume
formasi minyak (Bo).
3.1.2.1 Spesifik
Gravity Minyak
Spesifik
gravity minyak didefinisikan sebagai perbandingan sebagai perbandingan massa
jenis liquid pada temperatur 60 oF dengan massa jenis air murni pada volume dan temperatur
yang sama. Contoh fluida atau liquid yang dianalisa harus dapat mewakili
sistem, maksudnya adalah apabila akan mengukur spesific gravity fluida yang
ditampung dalam sebuah tangki, maka contoh fluida tersebut diambil dari bagian
atas, bagian tengah, dan bagian bawah tangki, kemudian hasilnya dapat
ditentukan dengan menentukan nilai rata-ratanya. Sedangkan penentuan 0API
Gravity dapat dihitung dengan persamaan berikut8 :

Alat
yang digunakan untuk mengukur densitas fluida dan SG liquid adalah Hidrometer,
yang merupakan gelas ukur dalam unit relatif density atau spesific gravity,
yang pada bagian ujungnya terdapat cairan merkuri.
3.1.2.2 Viskositas
Fluida (μ)
Viskositas
fluida didefinisikan sebagai ukuran tahanan aliran yang dihasilkan oleh gaya
pergeseran dua bidang horizontal yang berjarak satu satuan jarak, dimana
diantara kedua bidang horizontal tersebut terdapat cairan yang dimaksud. Satuan
viskositas dinamis adalah dyne detik/cm2 atau sama dengan 1 poise,
sedang satuan viskositas kinetik adalah sama dengan cm2 per detik,
maka :
1 centi poise = 1 centi stoke x massa jenis
=
(0.01 cm2 / dtk) x (gram/cm2)
=
0.01 gram/cm. detik2
1 dyne = 1
gram/cm.detik2
Pada
gambar 3.3 memperlihatkan ilustrasi perubahan viskositas pada sistem di
reservoir. Untuk kondisi tekanan reservoir diatas tekanan saturasi (Pr>Pb),
kenaikan tekanan menyebabkan kenaikan viskositas. Demikian juga dengan
penurunan tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi (Pr<Pb), maka akan
menyebabkan terjadinya kenaikan viskositas. Viskositas
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : suhu, tekanan, dan kelarutan gas.

Gambar 3.3
Viskositas Minyak Vs Tekanan10
Viskositas dinyatakan dengan persamaan10
:

Dimana : μ
= Viskositas dinamik, cP
v
= Viskositas kinematik, cs
ρ
= Densitas fluida, lb/ft3
3.1.2.3 Faktor
Volume Formasi Minyak (Bo)
Faktor
volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
minyak pada tekanan dan temperature reservoir, terhadap volume minyak tersebut
pada kondisi standar (1 atm, 60 oF). Secara matematis dapat dituliskan
ke dalam persamaan sebagai berikut10 :

Faktor
volume formasi minyak (Bo) terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur
reservoir minyak mengandung gas terlarut, sedangkan pada kondisi standar
seluruh gas terlarut keluar dari minyak, sehingga volume minyak lebih kecil
atau menyusut dari volume awal di reservoir.
Untuk
undersaturated reservoir atau tekanan reservoir mula-mula lebih besar dari
tekanan bubble point (Pr>Pb), maka pada penurunan tekanan dari Pi (tekanan
awal reservoir) ke Pb (tekanan saturasi) terjadi pengembangan volume minyak
sehingga harga faktor volume formasi minyak (Bo) akan membesar. Tetapi pada
penurunan tekanan reservoir Pr dibawah Pb (Pr<Pb), maka harga faktor volume
formasi minyak (Bo) akan mengecil seiring dengan penurunan tekanan
reservoirnya, karena jumlah gas yang terlarut semakin mengecil.
Kondisi
di atas dapat diilustrasikan pada gambar 3.4 yang memperlihatkan hubungan
antara faktor volume formasi dengan tekanan formasi sebelum dan sesudah adanya
tekanan saturasi (bubble point pressure).

Gambar 3.4
Faktor Volume Formasi Minyak Vs Tekanan13
Perhitungan nilai faktor volume formasi minyak
(Bo) pada saat kondisi saturated reservoir dapat dilakukan dengan menggunakan
korelasi Standing4

Dimana : Bo
= FVF Minyak, bbl/STB
Rs
= Kelarutan gas, SCF/STB


T = Temperature, oF
Penentuan nilai faktor volume formasi minyak (Bo)
pada saat kondisi undersaturated reservoir dapat dilakukan dengan menggunakan
korelasi Standing4.

3.1.3 Sifat Fisik Batuan
Reservoir
Batuan
reservoir adalah suatu batuan alamiah yang terdiri dari suatu mineral atau
gabungan dari sekelompok mineral. Setiap batuan reservoir memiliki sifat fisik
yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari waktu pembentukan dan proses dari
pembentukan reservoir. Semua sifat fisik batuan reservoir tersebut dapat
diperoleh dari analisa batuan inti reservoir di laboratorium dan analisa
logging.
3.1.3.1 Porositas
Porositas didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume pori- pori (pore volume) terhadap volume total dari
suatu batuan (bulk volume), atau
dapat juga didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menyatakan berapa besar
perbandingan volume ruang pori terhadap volume total batuan (persamaan 3.6
secara skema dapat dilihat pada gambar 3.5). Secara matematis porositas dapat
dirumuskan sebagai berikut8 :

Dimana :
Ø
= porositas, %
PV = volume pori pori batuan (pore volume),
cm3
BV = volume total batuan (bulk volume), cm3
GV = volume butiran batuan (grain volume), cm3
Berdasarkan
proses pembentukannya porositas dibagi menjadi dua, yaitu porositas primer dan
porositas sekunder. Porositas primer adalah porositas yang terbentuk pada saat
terjadinya batuan tersebut atau pada saat sedimen diendapkan. Porositas
sekunder adalah porositas yang terbentuk akibat adanya suatu proses geologi
setelah batuan sedimen tersebut diendapkan. Berdasarkan atas hubungan antar
porinya, maka porositas digolongkan menjadi dua jenis, yaitu porositas absolut
dan porositas efektif.
Porositas
absolut adalah perbandingan antara volume total seluruh pori baik yang saling
berhubungan (interconnected) maupun
yang tidak berhubungan terhadap volume total batuan. Porositas efektif adalah
perbandingan volume pori yang saling berhubungan terhadap volume total batuan. Porositas
yang digunakan dalam perhitungan adalah porositas efektif karena porositas
inilah yang mampu mengalirkan fluida yang ada didalamnya.
Besarnya
harga porositas dari suatu reservoir dapat diperoleh dengan cara pengukuran
secara tidak langsung yaitu pengukuran dengan analisa core di laboratorium
batuan inti, dan pengukuran secara langsung yaitu dengan metoda kuantitatif dari
analisa logging pada sumur-sumur yang menembus formasi produktif. Harga
porositas dianggap konstan selama berlangsungnya produksi. Akan tetapi pada
kondisi sebenarnya, harga porositas berkurang dengan semakin lamanya suatu
reservoir berproduksi, atau sejalan dengan menurunnya tekanan reservoir.

Gambar 3.5
Skema Porositas Batuan8
Pada
penerapan di lapangan, untuk mendapatkan harga porositas yang representatif
dari suatu reservoir adalah dengan cara mencari harga rata-rata porositas untuk
suatu ketebalan tertentu, yaitu dengan persamaan sebagai berikut8:

Dimana :
Ø = porositas batuan, %
hi =
ketebalan lapisan reservoir, ft
Besar kecilnya harga porositas menunjukkan kualitas dari
pori tersebut. Tabel 3.1 menunjukan penggolongan nilai porositas.
Tabel 3.1
Klasifikasi Nilai Porositas8
Besarnya harga porositas
(%)
|
Keterangan
|
0 – 5
5 – 10
10 – 15
15 – 20
20 – 25
|
Porositas jelek sekali
Porositas jelek
Porositas sedang
Porositas baik
Prositas baik sekali
|
3.1.3.2 Permeabilitas
Permeabilitas
merupakan suatu sifat fisik batuan yang mempunyai pengertian kemampuan batuan
untuk dapat dilewati atau dialiri suatu fluida dengan viskositas dan kecepatan
tertentu melalui pori-pori yang berhubungan tanpa merusak batuan tersebut, atau
dapat disebut juga ukuran kemampuan suatu media berpori untuk mengalirkan suatu
fluida. Permeabilitas yang ditandai dengan simbol K, dinyatakan dengan satuan
Darcy.
Satu
Darcy menurut Henry Darcy (1856) didefinisikan sebagai kemampuan batuan untuk
mengalirkan fluida sebesar 1 (satu) cm kubik per detik (cm3/s)
dengan kekentalan sebesar 1 (satu) centipoise (cp) dengan luas penampang
sebesar 1 (satu) centi meter persegi (cm2) pada panjang 1 (satu)
centi meter dibawah gradien 1 (satu) atmosfer per centimeter (atm/cm).
Permeabilitas
mempunyai peranan yang juga penting seperti porositas, karena dalam
memproduksikan hidrokarbon dari suatu reservoir bukan hanya jumlah akumulasi
minyak atau gasnya saja, akan tetapi besarnya laju alir juga akan menentukan
ekonomis tidaknya suatu reservoir.
Secara
kuantitatif besarnya permeabilitas suatu batuan reservoir ditentukan
berdasarkan persamaan Darcy berikut ini8 :

Dimana :
v = kecepatan alran fluida, cm/sec
k = konstanta permeabilitas, Darcy
μ = viskositas fluida, cp

Karena kecepatan aliran fluida adalah debit fluida
per luas area, maka persamaan Darcy di atas berubah menjadi :


Dimana :
q = laju alir fluida (cm3/sec)
A = luas penampang atau area (cm2)
Persamaan Darcy dalam pemakaiannya harus memenuhi
beberapa syarat :
- Aliran laminar
- Fluida yang mengalir
tidak beraksi dengan batuan
- Suhu tetap
selama aliran
- Fluida satu fasa
dan incompressible
Berdasarkan banyak jenis fluida yang mengalir
dalam suatu batuan reservoir, permeabilitas dapat dibedakan sebagai berikut :
- Permeabilitas
absolute (k), permeabilitas batuan apabila fluida yang mengalir dalam batuan tersebut hanya
satu jeis fluida saja.
- Permeabilitas efektif (ko, kg, kw),
permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir dalam batuan tersebut
terdiri lebih dari satu jenis fluida.
- Permeabilitas
relative (kro, krw, krg), perbandingan antara permeabiltas efektif
terhadap permeabiltas absolutnya.
Pada
Gambar 3.6 memperlihatkan kurva-kurva permeabilitas relatif untuk formasi yang
mengandung minyak dan air. Nilai dari Krw dan Kro berubah sesuai dengan
perubahan saturasinya. Data permeabilitas dapat diketahui dari analisa batuan
inti di laboratorium dengan menggunakan alat Permeameter, atau juga dengan
menggunakan Analisa Uji Tekanan Bentuk, yaitu Pressure Draw Down Test dan Pressure Build Up Test.

Gambar 3.6
Kurva Permeabilitas Relatif Vs Sw13
3.1.3.3 Saturasi
Fluida
Secara
umum saturasi fluida adalah jumlah kandungan fluida yang berada pada pori-pori
batuan, secara khusus saturasi fluida adalah suatu ukuran yang menyatakan
berapa bagian atau persentase dari ruang pori-pori suatu batuan reservoir yang
terisi oleh fluida. Saturasi fluida tersebut dapat berupa saturasi minyak (So),
saturasi air (Sw), dan saturasi gas (Sg).
Di
dalam batuan reservoir, fluida minyak, air dan gas telah mencapai kondisi
setimbang pada waktu ditemukan, sehingga fluida tersebut telah terpisah dengan
sendirinya menurut berat jenisnya (density) masing-masing, gas berada diatas,
minyak berada di tengah serta air berada di bawah.
Pada
kondisi reservoir dibawah tekanan jenuh, jumlah ketiga saturasi tersebut sama
dengan satu, dinyatakan dalam persamaan8 :
Sw
+
So + Sg = 1…………………………………………………….3.11
Pada kondisi reservoir bertekanan
jenuh berlaku8 :
Sw + So =
1…………………………………………………………….3.12
Dimana : Sw = Saturasi air, %
So = Saturasi
minyak, %
Sg = Saturasi
gas, %
Volume pori yang diisi hidrokarbon8
:
So
. Φ
+ Sg . Φ
= ( 1 – Sw ) . Φ
…………………………………….3.13
Dimana : Sw
= Saturasi air, %
So =
Saturasi minyak, %
Sg =
Saturasi gas, %
Saturasi
atau kejenuhan air biasa juga disebut Swi, yaitu saturasi air mula-mula pada
waktu reservoir minyak atau gas ditemukan. Besarnya Swi penting untuk diketahui
karena akan menentukan berapa bagian atau persentase ruang pori yang tersisa, yaitu
yang diisi oleh minyak atau gas, sehingga jumlah fluida hidrokarbon dapat
diketahui.
Besarnya saturasi fluida dalam suatu reservoir
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1. Ukuran dan distribusi pori.
2. Ketinggian diatas free water level karena adanya
adhesi dan tekanan kapiler.
3. Sifat kebasahan batuan (wettability).
Harga saturasi fluida di dalam batuan reservoir
dapat ditentukan dengan analisa sebagai berikut :
1. Analisa percontohan batuan (core sample) di
laboratorium.
2. Analisa logging.
3.2 Jenis Tenaga Dorong Alamiah Reservoir
Minyak
Jumlah
minyak yang dapat diambil dari suatu reservoir minyak dipengaruhi oleh
mekanisme tenaga dorong atau drive
mechanism dari reservoir tersebut. Mekanisme tenaga dorong alamiah
reservoir adalah tenaga dorong alamiah yang dimiliki oleh suatu reservoir
minyak atau gas untuk mendorong atau mendesak minyak dan atau gas bumi yang dikandungnya sehingga
mampu mengalir sendiri dari dalam reservoir ke permukaan melalui sumur-sumur
produksi. Setiap reservoir mempunyai jenis dan tingkat kekuatan drive mechanism yang berbeda- beda.
Setiap
reservoir minyak mempunyai jenis dan tingkat kekuatan mekanisme pendorong yang
berbeda-beda. Mekanisme tenaga pendorong yang terjadi di dalam reservoir
tergantung dari bentuk struktur, sifat-sifat fluida reservoir dan batuan
reservoir.
3.2.1 Karakteristik
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Gas Larut
Dissolved
gas drive (daya dorong gas larut) merupakan daya dorong alami yang paling lemah
dibanding gas cap drive dan water drive. Bergeraknya minyak ke permukaan adalah
karena densitas gas yang lebih kecil dari densitas minyak maka partikel gas
yang terlarut dalam minyak akan berusaha mencari tempat bertekanan rendah agar
dapat keluar dari larutannya. Tempat yang bertekanan rendah adalah pada sumur-sumur
penghasil, akibatnya gas sambil membawa minyak akan terproduksikan ke
permukaaan bumi melalui sumur-sumur penghasilnya.
Dengan
diproduksikannya minyak dan gas dari dalam reservoir, tekanan reservoir akan
menurun dan jumlah gas yang terlarut akan berkurang sehingga daya dorong akan
melemah dan laju produksi minyaknya akan menurun.
Gambar
3.7 memperlihatkan proses pengurasan yang terjadi didalam reservoir dengan daya
dorong gas larut (dissolved gas drive). Proses pengurasan tersebut akan
menghasilkan kinerja reservoir sebagai berikut :
-
Laju Produksi
minyak menurun
-
Tekanan
reservoir merosot tajam
-
Perbandingan
produksi gas berbanding minyak (GOR) menngkat agak pesat kemudian menurun
-
Produksi air
tidak ada

Gambar 3.7
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Gas Larut2
Dengan
daya dorong ini, maksimum jumlah minyak yang dapat terkuras (recovered) adalah
8 – 20 % STOIPnya. Reservoir berdaya dorong gas larut merupakan kandidat yang
baik untuk EOR, karena masih meninggalkan minyak yang cukup banyak didalam reservoirnya.
3.2.2 Karakteristik
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Tudung Gas
Reservoir
berdaya dorong gas cap ditandai dengan adanya tudung gas pada reservoir
tersebut. Gambar 3.8 menunjukan skema untuk reservoir yang mempunyai daya
dorong tudung gas.

Gambar 3.8
Reservoir Berdaya Dorong Tudung Gas2
Bergeraknya
minyak adalah karena terdesak oleh gas yang berada dalam gas cap yang berusaha
mencari tempat bertekanan rendah, yaitu keluar ke permukaan melalui sumur sumur
penghasil. Tenaga dorong dari gas cap ini disebut juga sebagai external gas drive.
Akibatnya
minyak akan terdorong keluar ke permukaan bersama-sama gas terlarutnya,
demikian pula gas yang berada di gas capnya. Sedangkan gas ditudung, gas yang
masih tertinggal di reservoir, akan mengisi ruang pori yang ditinggalkan oleh
minyak, sehingga terjadi perluasan (ekspansi) tudung gas. Dengan
diproduksikannya minyak dan gas dari dalam reservoir, tekanan reservoir akan
menurun, sehingga daya dorong gas cap akan melemah apabila gas yang ada di gas
cap semakin banyak yang ikut terproduksikan bersama minyak.
Gambar
3.9 memperlihatkan proses pengurasan yang terjadi didalam reservoir dengan daya
dorong tudung gas. Proses pengurasan minyak tersebut diatas akan menghasilkan
kinerja reservoir sebagai berikut :
-
Laju produksi
minyak menurun agak lambat
-
Tekanan
reservoir menurun agak lambat
-
GOR meningkat
pesat
-
Produksi air
tidak ada

Gambar 3.9
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Tudung Gas2
Dengan daya dorong ini maksimum jumlah minyak yang
dapat terkuras adalah 25 – 35 % dari
STOIPnya.
3.2.3 Karakteristik
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Air
Reservoir
berdaya dorong air ditandai dengan adanya aquifer aktif yang berhubungan dengan
reservoir tersebut. Water drive merupakan daya dorong alami yang paling kuat
dibandingkan kedua tenaga dorong lainnya. Gambar 3.10 menunjukan skema untuk
reservoir yang mempunyai daya dorong air.

Gambar 3.10
Reservoir Berdaya Dorong Air2
Bergeraknya
minyak adalah karena terdesak oleh air “aquifer” yang berusaha mencari tempat
bertekanan rendah, yaitu keluar ke permukaan bumi melalui sumur-sumur
penghasil. Akibatnya minyak akan terdorong keluar, terproduksikan ke permukaan
bumi. Air yang mendesak minyak akan berinvasi ke reservoir minyak mengisi ruang
pori yang ditinggalkan oleh minyak, sehingga karena ada pengisian kembali
pori-pori yang dikosongkan oleh minyak maka secara teoritis tekanan reservoir
akan relatif konstan, yaitu apabila volume pori yang diisi oleh air = volume pori
yang dikosongkan oleh minyak. Didasarkan kepada bagaimana perbandingan ke dua
volume ini, maka daya dorong air dapat di bagi lagi menjadi daya dorong lemah,
sedang dan kuat.
Gambar
3.11 memperlihatkan proses pengurasan yang terjadi didalam reservoir dengan
daya dorong air. Proses pengurasan minyak tersebut di atas akan menghasilkan
kinerja reservoir sebagai berikut :
-
Laju produksi
minyak menurun lambat
-
Tekanan
reservoir lebih kurang konstan, ataupun menurun relatif landai
-
GOR relatif
konstan atau meningkat landai
-
Laju produksi
air meningkat tajam

Gambar 3.11
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Air2
Dengan daya dorong ini maksimum jumlah minyak yang
dapat terkuras dari dalam reservoir adalah 40 – 60 % STOIPnya.
3.2.4 Karakteristik
Kinerja Reservoir Berdaya Dorong Kombinasi
Reservoir
berdaya dorong combination drive ini ditandai dengan adanya gas cap dan aquifer
aktif pada reservoirnya tersebut. Gambar 3.12 menunjukan skema untuk reservoir
yang mempunyai daya dorong kombinasi.

Gambar 3.12
Reservoir Berdaya Dorong Kombinasi2
Kinerja
reservoir ini adalah kombinasi antara kinerja dissolved gas drive, gas cap
drive dan water drive. Kinerja reservoir dipengaruhi oleh daya dorong yang
paling dominan diantara ke tiga tenaga dorong.
3.3 Metode Perkiraan Cadangan Minyak
Salah
satu faktor utama dalam menentukan pengembangan suatu lapangan dan perencanaan
pengelolaan produksinya adalah dengan mengetahui jumlah akumulasi atau cadangan
minyak dan gas awal yang terkandung dalam suatu reservoir.
3.3.1 Penentuan
Cadangan Minyak Awal (OOIP)
Perhitungan
cadangan minyak awal diperlukan parameter-parameter tertentu diantaranya yaitu
volume batuan yang dapat diperoleh dari peta geologi (peta struktur kedalaman),
porositas, saturasi air, dan faktor volume formasi minyak pada kondisi awal.
Perhitungan cadangan minyak awal tersebut dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut11 :

Dimana : OOIP = Original Oil
In Place, STB
BV = Bulk Volume, acre ft
Ø = Porositas, %
Swi = Saturation water irreducible, fraksi
Boi = Faktor volume minyak, bbl/STB
Untuk
dapat menentukan cadangan minyak awal (OOIP) diperlukan data-data reservoir
yang salah satunya adalah volume reservoir. Volume reservoir dapat diperoleh
dari peta cadangan (reserve map),
dengan bantuan peta tersebut maka volume batuan yang mengandung minyak atau gas
(bulk volume) dapat dihitung, yaitu dengan menggunakan alat yang disebut
planimeter. Karena ketebalan reservoir tidak sama tidak merata dan luas yang
dicakup oleh setiap ketebalan tidak sama, maka volume batuan reservoir dihitung
segmen per segmen. Terdapat dua (2) metode yang digunakan untuk perhitungan
volume batuan per segmen11.
1. Metode volume piramid terpotong

Digunakan apabila :
............................................................3.16

2. Metode volume trapesium

Digunakan apabila :
............................................................3.18

3.3.2 Penentuan
Pengambilan Maksimum (EUR)
Pengambilan
minyak sampai batas ekonominya disebut pengambilan maksimum, batas ekonomis
yang dimaksud yaitu jumlah pengangkatan minyak (lifting) terhadap harga minyak (USD), sebanding dengan biaya untuk
memproduksikan minyak pada suatu lapangan. Estimated
Ultimate Recovery (EUR).
3.3.3 Penentuan
Faktor Perolehan
Faktor
perolehan (recovery factor) merupakan
suatu perbandingan jumlah minyak maksimal yang dapat diproduksikan dengan
cadangan minyak awal ditempat, secara sederhana dapat dilihat pada persamaan
berikut ini11 :

Perhitungan faktor perolehan untuk suatu lapangan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode JJ Arps. Persamaan JJ Arps digunakan
untuk reservoir yang mempunyai tenaga dorong air dan tenaga dorong gas larut.
Persamaan JJ Arps untuk reservoir berdaya dorong gas larut adalah sebagai
berikut4 :

Sedangkan untuk reservoir berdaya dorong air4
:

Dimana :
=
Porositas, fraksi

Swi = Saturasi air sisa, persen
Boi = FVF Minyak awal, bbl/STB
Bob = FVF Minyak saat tekanan saturasi,
bbl/STB
k = Permeabilitas batuan, Darcy



Pi = Tekanan reservoir awal, psia
Pb = Tekanan saturasi, psia
Pa = Tekanan abandon, psia
3.4 Metode Analisa Decline Curve
Karakter
atau sifat produksi dari suatu lapangan atau reservoir merupakan hal yang utama
dalam penentuan peramalan produksi atau perkiraan besarnya Estimated Ultimate
Recovery (EUR), yaitu besarnya cadangan hidrokarbon yang dapat diproduksikan
secara ekonomis. Salah satu cara untuk mengetahui perilaku produksi suatu
reservoir adalah dengan melihat kurva penurunan laju produksi atau yang lebih
dikenal dengan Decline Curve Analysis.
Metode analisis itu sendiri digunakan antara lain
:
1. Menentukan
laju produksi yang akan datang (q).
2. Menentukan
kumulatif produktif.
3. Menentukan
umur produksi.
4. Menentukan
laju keekonomisan produksi.
Umumnya
analisis decline curve dapat dilihat berdasarkan hubungan antara laju produksi
terhadap waktu, hasil dari hubungan tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan cadangan hidrokarbon yang masih dapat diproduksikan dan
menentukan lama waktu produksi secara ekonomis dari suatu reservoir atau suatu
sumur. Laju penurunan decline adalah perubahan laju fraksional produksi
terhadap waktu. Oleh karena itu, data-data produksi kontinyu dan akurat seperti
laju produksi (q), kumulatif produksi (Np) dan waktu produksi (t) sangat
diperlukan untuk memudahkan menganalisa perilaku produksi sumur di masa lalu
dan memperkirakan perilaku produksi di masa yang akan datang. Dari hasil
decline curve daat diketahui saat kapan suatu produksi akan mengalami penurunan
hingga mencapai suatu titik maksimum dimana pelaksanaan produksi dihentikan
karena pertimbangan ekonomis, yaitu suatu titik dimana kondisi biaya operasi
produksi minyak per barrel dalam suatu hari sama dengan nilai jualnya per
barrel. Laju produksi ini disebut laju produksi pada batas ekonomis (economy limit rate).
Metoda
exponential decline dan harmonic decline merupakan keadaan
khusus dari hyperbolic decline, dimana untuk exponential decline
harga exponen decline sebesar (b) = 0 dan untuk harmonic decline harga exponen
decline (b) = 1. Sedangkan harga exponen decline (b) untuk hyperbolic biasa
antara 0 sampai 1 (0 < b < 1).
- Decline Nominal11
(D) :

- Decline Efektif11
(De) :

Dimana :
qi
= Laju produksi pada awal decline, BOPD
q = Laju produksi yang akan datang, BOPD
3.4.1 Exponential
Decline Curve
Exponential
decline juga dikenal dengan constant percentage decline atau straight decline
yang merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline, dimana harga exponen
decline (b) = 0. Perhitungan exponential ini memiliki prinsip yang lebih
sederhana, karena penurunan laju produksi (q) per satuan waktu (t) merupakan
fraksi laju produksi yang besarnya tetap. Penggambaran laju produksi terhadap
waktu dan laju produksi terhadap kumulatif produksi dapat dilakukan diatas
kertas grafik kartesian, semilog dan log-log. Gambar 3.13 memperlihatkan hasil
plot antara log q terhadap waktu dimana bentuk hubungan laju produksi (q)
dengan waktu (t) pada kertas grafik semi log akan memberikan suatu garis lurus.

|
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
Gambar 3.13
Exponential Decline Curve11
Perhitungan
dengan metode ini kurang begitu akurat karena terlampau pesimis dalam
memperkirakan produksi sumur, sehingga sumur mempunyai umur yang lebih pendek
jika perkiraan produksi menggunakan metode ini.
Penjabaran
persamaan secara matematis untuk laju produksi, kumulatif produksi dan waktu pada
eksponential decline adalah sebagai berikut.
Anggap perubahan kuantitas Q terhadap waktu sama
dengan jumlah Q pada saat ini. Hal ini dapat diekspresikan dengan persamaan
differential untuk penurunan selama proses produksi3

Dengan kondisi awal Q = Qo pada saat t = 0.
Penyelesaian untuk menentukan nilai Q dimulai
dengan mengintegrasikan persamaan (3.24).


Pada saat Q = Qo ketika t = 0, maka persamaan (3.26)
dapat diselesaikan menjadi.


Dengan mensubtitusikan persamaan (3.28) kedalam
persamaan (3.26), maka diperoleh persamaan.


Persamaan (3.29) dapat diselesaikan menjadi.


Dimana :
Q =
laju alir pada saat ini.
Qo = laju alir pada kondisi awal.
1/α =
eksponential decline rate.
t =
waktu.

Persamaan lain yang digunakan adalah11 :
1)
......................................................................................3.33

2)
...................................................................................3.34

3)
.............................................................................3.35

4)
.........................................................................................3.36

5)
.........................................................................................3.37

6)
...........................................................................................3.38

Dimana :
D =
Cont. Decline rate
d =
Annual Decline rate
De =
Decline effective
qo~qi =
Laju produksi awal pada decline, BOPD
q =
Laju produksi pada saat yang akan datang, BOPD
t =
time
Np =
Kumulatif Produksi minyak, bbl
3.4.2 Hyperbolic
Decline Curve
Pada
hyperbolic decline curve bentuk biasa atau umum (general hyperbolic), harga exponent decline (b) adalah antara 0 – 1
(0<b<1).
Penurunan
laju produksi per satuan waktu pada hyperbolic decline adalah fraksi produksi
yang besarnya sebanding dengan qb, dimana harga b berkisar antara 0
sampai 1. Penjabaran persamaan hyperbolic decline secara matematis untuk laju
produksi (q) kumulatif produksi (Np), dan waktu (t) adalah11 :



Gambar 3.14 memperlihatkan kurva untuk
hyperbolic decline curve, dimana pada decline curve tipe ini harus menentukan
harga b terlebih dahulu.
Jika dilihat secara grafis, maka
hyperbolic decline curve akan menghasilkan kurva yang relatif lebih landai dan
tidak menurun secara tajam apabila dibandingkan dengan tipe exponential decline
curve.

Gambar 3.14
Hyperbolic Decline Curve9
3.4.3 Harmonic
Decline Curve
Kurva
penurunan produksi dari tipe harmonic ini sebenarnya merupakan bentuk khusus
dari type hyperbolik dengan harga exponen decline (b) = 1. Besarnya penurunan
produksi per satuan waktu sebanding dengan besar laju produksi itu sendiri.
Gambar 3.15
memperlihatkan kurva untuk harmonic decline curve, dimana pada decline curve
tipe ini mempunyai nilai decline exponent (b) sebesar satu (1).
Penggambaran
grafik hubungan laju produksi terhadap kumulatif produksi tidak dapat
menunjukkan garis lurus pada kertas kartesian. Penggambaran akan menunjukkan
garis lurus pada kertas semi log. Sedangkan hubungan laju produksi terhadap
waktu dapat diperoleh garis lurus pada skala log -log sesudah mengalami
pergeseran dengan asumsi tangen sudut sebesar 450.

Gambar 3.15
Harmonic Decline Curve9
Resiko dalam menggunakan trend ini adalah
kemungkinan perbedaan produksi aktual dan trend harmonic tersebut sangat besar
dikarenakan sifat trend harmonic ini yang terlalu optimis dalam memperkirakan
cadangan minyak di suatu lapangan. Penjabaran persamaan harmonic decline secara
matematis untuk laju produksi (q) kumulatif produksi (Np), dan waktu (t) adalah11
:



No comments:
Post a Comment